Polri Ringkus Penipuan Trading Saham dan Kripto, Ada 90 Korban Rugi Capai Rp105 Miliar

Polri Ringkus Penipuan Trading Saham dan Kripto, Ada 90 Korban Rugi Capai Rp105 Miliar. Para tersangka penipuan online saat ditampilkan dalam jumpa pers, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. (Tempo)
AspirasiNews.id, Jakarta- Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kembali mengungkap kasus penipuan online. Kali ini berkedok trading saham dan mata uang kripto, yang melibatkan jaringan internasional. Kasus ini terungkap berdasarkan laporan polisi dengan total kerugian yang dialami korban mencapai Rp105 miliar.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, menyampaikan. Bahwa pengungkapan kasus ini berawal dari tiga laporan polisi yang diterima Bareskrim Polri. Yakni pada Januari dan Februari 2025. Selain itu, pihaknya juga menindaklanjuti 13 laporan polisi dari berbagai wilayah Indonesia. Juga dari 11 pengaduan dari Indonesia Anti Scam Centre (IASC) OJK.
“Saat ini jumlah korban mencapai 90 orang, dan diperkirakan masih akan bertambah. Para korban tersebar di beberapa wilayah. Dengan jumlah terbanyak di Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar,” ungkap Brigjen Pol Himawan dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Rabu (19/3/2025).
Kasus ini bermula sejak September 2024, di mana korban melihat iklan di Facebook. Yakni menawarkan peluang keuntungan besar, melalui trading saham dan mata uang kripto. Korban yang tertarik diarahkan untuk berkomunikasi melalui WhatsApp. Dengan seseorang yang mengaku sebagai Prof AS, yang memberikan pelatihan trading.
Selanjutnya, korban diminta bergabung ke grup WhatsApp yang dikelola pelaku. Kemudian mereka diperkenalkan pada tiga platform trading. Diantaranya JYPRX, SYIPC, dan LEEDXS.

Korban dijanjikan keuntungan antara 30% hingga 200%. Terlebih diberikan hadiah jam tangan dan tablet, jika mencapai target investasi tertentu. Untuk berpartisipasi, korban harus membuka akun di platform tersebut. Tersedia dalam bentuk web-based dan aplikasi Android.
Para korban kemudian diminta mentransfer dana ke beberapa rekening bank atas nama perusahaan, yang ditampilkan di platform tersebut. Setelah diselidiki, polisi menemukan 67 rekening yang digunakan pelaku. Tersebar di sejumlah bank nasional. Di antaranya; 42 rekening BCA; 9 rekening Bank Mandiri; 5 rekening Bank BRI; 4 rekening Bank Sinarmas. Kemudian ada 2 rekening Bank BNI; 2 rekening Bank UOB; 1 rekening Bank CIMB Niaga; 1 rekening Bank OCBC; dan 1 rekening Bank Permata.
Pada Januari 2025, korban mulai menerima pesan WhatsApp dari pusat perdagangan JYPRX Global. Menginformasikan, bahwa akun mereka ditangguhkan sementara. Korban diminta membayar pajak dan biaya tambahan, agar dapat menarik dana mereka. Saat korban mencoba melakukan penarikan, dana mereka tidak dapat dicairkan. Sehingga mereka menyadari telah menjadi korban penipuan.
Polisi berhasil menangkap tiga tersangka WNI yang terlibat dalam kejahatan ini. Diantaranya AN, ditangkap di Tangerang, 20 Februari 2025. Perannya membantu pembuatan perusahaan dan rekening nominee, untuk pencucian uang hasil penipuan. Beroperasi sejak Oktober 2024 atas perintah tersangka AW dan SR yang saat ini buron (DPO) atau masuk daftar pencarian orang.
Kemudian, MSD, ditangkap di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, 1 Maret 2025. Perannya mencari orang untuk membuat akun exchanger kripto dan rekening bank di Medan. Dengan bayaran mulai Rp200.000 sampai Rp250.000, dan mengirimkan handphone berisi aplikasi perbankan dan exchanger kripto ke Malaysia untuk seorang bernama LWC.
Selanjutnya, WZ, ditangkap di Medan, 9 Maret 2025. Perannya koordinator pembuatan rekening nominee kripto dan perusahaan yang menampung dana korban. Mengirim lebih dari 500 unit handphone dan 1.000 akun perbankan dan kripto ke Malaysia. Untuk keperluan pencucian uang hasil penipuan.
Polisi juga mengamankan barang bukti berupa 2 unit mobil; 1 unit motor; 3 unit sepeda; 1 unit TV; 1 buah jam tangan; 11 unit handphone; 4 buah kartu ATM; dan 10 dokumen perusahaan.
Selain itu, polisi telah memblokir dan menyita uang sebesar Rp1,53 miliar dari 67 rekening bank yang digunakan para pelaku.

Para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal. Antara lain, Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) UU No 1 Tahun 2024. Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara. Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara. Pasal 3, 4, 5, dan 10 UU No 8 Tahun 2010. Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 miliar. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana.
Brigjen Pol Himawan menambahkan, bahwa saat ini pihaknya masih melakukan pengembangan. Terutama terhadap kemungkinan tersangka lain. Polisi juga telah berkoordinasi dengan Interpol untuk menerbitkan Red Notice terhadap pelaku warga negara asing (WNA) yang diduga terlibat dalam jaringan ini.
“Kami juga telah menetapkan dua tersangka lain sebagai DPO, yaitu AW dan SR. Untuk pelaku warga negara asing, kami sudah bekerja sama dengan Divhubinter Polri dan Interpol. Agar segera menerbitkan Red Notice,” tegas Himawan.
Polri mengimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati. Khususnya terhadap penawaran investasi dengan keuntungan besar, yang tidak masuk akal.
“Sebelum berinvestasi, pastikan untuk selalu melakukan verifikasi. Yakni terhadap profil perusahaan serta aplikasi yang digunakan. Jangan mudah tergiur dengan janji keuntungan besar dalam waktu singkat,” urai Brigjen Pol Himawan. (***)
Sumber: Divisi Humas Polri