Mantan Anggota Dewan James Tuwo Terseret Kasus ITE, Jalani Sidang Perdana Didampingi 20 Pengacara
AspirasiNews.id, Samarinda- Mantan anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), James Bastian Tuwo (62), menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Kamis (31/10/2024). Atas dugaan pelanggaran Undang-Undang (UUD) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia didakwa melanggar Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 ayat 1 UU ITE yang telah diubah melalui UU RI Nomor 1 Tahun 2024. James hadir didampingi oleh 20 pengacara yang akan membelanya dalam persidangan ini.
Kasus yang menyeret James bermula ketika ia bersama seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) bernama Olan, yang bekerja di Rutan Kelas IA Sempaja, dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim Polri. Setelah penyelidikan, keduanya ditangkap oleh Bareskrim Polri, dan James ditahan di Jakarta sejak 15 Agustus 2024. Kasus ini terkait sengketa lahan di Jalan Siradj Salman, yang melibatkan James sebagai pengacara Olan dalam perkara tanah melawan seorang pelapor bernama Fazri.
Dugaan Pelanggaran ITE dan Kasus Sengketa Lahan
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Farakhan, disebutkan bahwa kasus ini bermula ketika Olan mengunggah beberapa tulisan dan dokumen terkait kasus sengketa lahan di akun Facebook pribadinya. Olan memposting komentar mengenai eksekusi lahan yang disebutnya tidak adil, dan menyampaikan bahwa tindakan eksekusi tersebut merugikan masyarakat dan fasilitas umum.
Salah satu unggahan Olan pada Desember 2022 berisi kritik terhadap proses eksekusi lahan. Dalam unggahan tersebut, ia menyebut bahwa eksekusi tidak hanya merugikan pemilik lahan, tetapi juga masyarakat yang terkena dampak. Dalam unggahannya, Olan menyatakan, “Gajah bertarung gajah, pelanduk mati di tengah,” dan menambahkan bahwa proses eksekusi seolah mengabaikan kepentingan masyarakat sekitar.
Selain itu, Olan juga mengunggah salinan surat P-16 dari Kejati Kaltim, yang seharusnya bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan internal. Di dalam surat tersebut, Fazri dan beberapa rekannya disebut sebagai tersangka. Akibat unggahan ini, Fazri merasa dirugikan karena nama baiknya tercemar, dan rencana kerja samanya dalam usaha pengadaan kain batal setelah rekan bisnisnya mengetahui status “tersangka” di surat yang diunggah Olan.
Rekan Fazri lainnya, Adi Surahman, juga merasa dirugikan karena namanya tercantum dalam surat P-16 yang diunggah. Penyebaran surat internal ini, menurut JPU, terjadi karena James sebagai pengacara mengirimkan surat tersebut kepada Olan, meskipun ia seharusnya memahami bahwa dokumen tersebut tidak untuk disebarluaskan.
Eksepsi dan Tanggapan Pengacara
Setelah dakwaan dibacakan, Majelis Hakim memberi kesempatan kepada James dan tim pengacaranya untuk menyampaikan sanggahan atau eksepsi atas dakwaan tersebut. James, melalui tim kuasa hukumnya, menyatakan akan mengajukan eksepsi dan meminta waktu hingga Senin (4/11) untuk mempersiapkan argumen pembelaan.
Majelis Hakim menyetujui permintaan tersebut dan menyarankan tim penasihat hukum untuk memanfaatkan waktu yang ada. “Kami beri waktu sampai Senin (4/11) untuk pembacaan eksepsi. Silakan disiapkan dengan baik mengingat jumlah penasihat hukum yang mendampingi cukup banyak,” ujar Majelis Hakim.
Setelah persidangan, salah satu pengacara James menolak memberikan komentar panjang dan hanya mengatakan, “Kami akan mengungkap semua fakta di persidangan,” ujarnya singkat.
Sidang berikutnya diharapkan akan menghadirkan argumen eksepsi dari tim pengacara James untuk menanggapi dakwaan JPU yang menuduhnya menyalahgunakan dokumen rahasia dalam perkara sengketa lahan. (***)
–sumber-sapos.co.id