05/12/2024

Pemkab Kutim Antisipasi Potensi Konflik di Pilkada 2024, Petakan Secara Geografis-Demografis dan Sosmed

0
Pemkab Kutim Antisipasi Potensi Konflik di Pilkada 2024, Petakan Secara Geografis-Demografis dan Sosmed

Pemkab Kutim Antisipasi Potensi Konflik di Pilkada 2024, Petakan Secara Geografis-Demografis dan Sosmed

AspirasiNews.id, Sangatta- Kabupaten Kutai Timur (Kutim) memiliki wilayah geografis yang cukup luas tidak sedikit medan sulit. Sehingga menjadi tantangan tersendiri dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 ini. Datanya Kutim ini memiliki luas wilayah 35.747,50 km². Kemudian jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 297.994 orang dan tersebar di 701 TPS di 18 kecamatan serta 141 desa/kelurahan.

Bankkaltimtara KUR Syariah 2024

Maka dari itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur (Kutim) kembali mengadakan Bimbingan Teknis (Bimtek). Tentang mitigasi dan resolusi konflik sosial di Pilkada 2024. Ditujukan bagi penyelenggara Pilkada dan unsur pemerintah daerah setempat.

Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Kabupaten Kutim Trisno, menyebut jika kondisi geografis Kutim cukup beragam. Hal ini memperbesar potensi munculnya konflik sosial. Sehingga Bimtek yang diselenggarakan tidak hanya sekadar teori. Tetapi juga menjadi ajang konsolidasi antar instansi. Untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang muncul di lapangan.

“Manusia sebagai makhluk konfliktis, selalu terlibat dalam perbedaan dan persaingan. Itulah sebabnya kita harus siap menghadapinya dengan cara yang tepat,” ujar Trisno saat Bimtek di Kota Samarinda selama 5 hari pada 20-24 Oktober 2024.

Dengan luas wilayah yang hampir menyamai Provinsi Jawa Barat, Kutim tidak hanya menghadapi tantangan geografis medan lokasi wilayah. Tetapi juga tantangan demografis. Tentunya memerlukan pendekatan mitigasi konflik yang lebih matang.

Di luar aparat pemerintah dan keamanan, peran masyarakat sipil punya andil besar. Termasuk LSM dan tokoh agama, juga dinilai penting dalam meredam potensi konflik. Mereka bisa menjadi mediator yang netral dan memfasilitasi dialog. Antara kelompok pendukung calon yang berseberangan.

Sementara itu, media sosial yang kerap kali menjadi ajang penyebaran provokasi dan hoaks juga menjadi sorotan utama. Trisno juga menegaskan bahwa pengawasan terhadap media sosial harus lebih intensif. Terlebih selama masa kampanye dan pemilihan.

“Kita perlu memperkuat pengawasan terhadap akun-akun yang menyebarkan ujaran kebencian atau informasi palsu,” tegas Trisno. (Adv/Adm1)

Tinggalkan Balasan